Dialektika Purifikasi Islam dan pelestarian Budaya Lokal: Mahasiswi Prodi Perbandingan Mazhab Presentasi di International Conference on Islam Nusantara (ICNARA)

Surabaya, 27–29 Oktober 2025, Mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali menunjukkan kiprah akademiknya di kancah internasional melalui International Conference on Islam Nusantara (ICNARA): Seminar Serantau Peradaban Islam IV 2025 yang diselenggarakan di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi UIN KHAS Jember, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Indonesia, UNIA PrenduanIndonesia, Universiti Kebangsaan Malaysia, Institute of Islam Hadhari Malaysia dan UNISSA Brunei Darussalam. Pada tahun ini, UIN KHAS Jember menjadi tuan rumah ICNARA 2025. ICNARA 2025 berhasil menghimpun 177 presenter dari 51 Institusi di 3 negara, yakni Indonesia, Brunei Daruusalam dan Malaysia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 75 presenter dari 28 institusi diundang untuk presentasi secara offline, dan 102 presenter dari 51 institusi bergabung secara online. Selain itu, kegiatan ini juga turut di hadiri oleh Prof. Dr. Frans Wijsen dari Radboud University Nijmegen Belanda,H. Juri Ardiantoro, M.Si., Ph.D. (Wakil Menteri Sekretariat Negara RI), Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. (Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI), dan Prof. Dr. Suyitno, M.Ag. (Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI). Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kementerian Agama Republik Indonesia.

Tujuan dari conference ini adalah untuk mengeksplorasi dan menganalisis peradaban islam nusantara dari berbagai perspektif keilmuan. Forum ini juga mendorong wacana intelektual dalam menggali pemahaman secara dalam tentang persinggungan antara budaya lokal dengan islam. Oleh karenanya, dalam kesempatan tersebut mahasiswi Prodi Perbandingan Madzahab yakni Yayik (22103060019) mempresentasikan artikel berjudul: “Living Tradition and Islamic Identity: A Comparison Of Muhammadiyah and Nahdatul Ulama Views Towards Sekaten In Yogyakarta”.

Dalam pemaparannya, Tradisi Sekaten di Yogyakarta merepresentasikan dialektika antara purifikasi Islam dan pelestarian budaya lokal. Dalam pandangan Muhammadiyah, meskipun ada kecenderungan menolak unsur-unsur bid’ah dan klenik yang melekat dalam tradisi sekaten, masyarakat Muhammadiyah di Kampung Kauman tetap berpartisipasi dengan memurnikan makna dan mengarahkan sekaten sebagai media dakwah yang bersih dari syirik. Sebaliknya, Nahdlatul Ulama memandang Sekaten sebagai bentuk akulturasi Islam Nusantara yang selaras dengan prinsip Aswaja, yakni tawasuth, tasamuh, tawazun, dan i’tidal. Dengan demikian, Sekaten dipahami bukan sekadar ritual budaya, melainkan juga instrumen pendidikan agama, dakwah kultural, dan sarana memperkuat identitas Islam yang moderat. Implikasi dari perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa Sekaten berperan sebagai perekat sosial yang mampu menjembatani perbedaan afiliasi organisasi Islam di Yogyakarta. Tradisi ini memperlihatkan bahwa agama dan budaya tidak selalu berada dalam ketegangan, melainkan dapat bersinergi membentuk identitas keislaman yang inklusif, humanis, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Sekaten bukan hanya warisan Walisongo yang meneguhkan Islam Nusantara, tetapi juga simbol kohesi sosial masyarakat Yogyakarta yang mampu menempatkan pluralitas sebagai kekuatan, bukan ancaman.

Partisipasi mahasiswa dalam International Conference on Islam Nusantara (ICNARA) 2025 ini diharapkan dapat memperluas wawasan keilmuan, memperkuat jejaring akademik internasional, serta meningkatkan kontribusi mahasiswa dalam pengembangan kajian keislaman dan kebudayaan Nusantara. Melalui forum ilmiah ini, diharapkan pula lahir gagasan-gagasan baru yang mampu memperkaya khazanah keilmuan Islam serta memperteguh peran UIN Sunan Kalijaga sebagai pusat pengkajian Islam yang moderat, inklusif, dan berdaya saing global.