Al-Wa‘yu al-Muhammadiy dalam Perspektif Tasawuf

Oleh: Nasrullah Ainul Yaqin (Almuni Perbandingan Mazhab dan Hukum PMH' 2011)

Tulisan ini mengulas tentang kandungan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‘ūd ra. Berikut teks lengkapnya,

حياتي خيرٌ لكم تُحْدِثون ويحدثُ لكم، ووفاتي خيرٌ لكم تعرض عليَّ أعمالُكم، فما رأيتُ من خير حمدتُ اللهَ عليه، وما رأيتُ من شرًّ استغفرتُ اللهَ لكم

Hadis tersebut dinilai sahih oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawī al-Mālikī sebagaimana disebutkan dalam Mafāhīm Yajibu an Tuṣaḥḥaḥ (2020: 275-276).

Riwayat lain menyebutkan dengan redaksi sedikit berbeda, yaitu:

حياتي خيرٌ لكم، ووفاتي لكم خيرٌ، تُحْدِثون فيحدثُ لكم، فإذا أنا متُّ عُرِضَتْ عليَّ أعمالُكم، فإن رأيتُ خيرًا حمدتُ اللهَ، وإن رأيتُ شرًّا استغفرتُ اللهَ لكم

Menurut ad-Durar as-Saniyyah, hadis tersebut adalah jayyid (bagus). Para perawi hadis tersebut adalah para perawi yang disebutkan dalam Ṣaḥīḥ Muslim (https://dorar.net/h/qQAbP9IQ#, 11/10/2025. Dorar.net merupakan salah satu situs keislaman yang menyediakan ensiklopedia hadis dengan penjelasan yang cukup komprehensif, baik mengenai statusnya, perawinya, muḥaddiśnya, takhrījnya, maupun sumbernya).

Secara substansial, makna kedua hadis tersebut adalah sama. Pertama,

حياتي خيرٌ لكم تُحْدِثون ويحدثُ لكم

“Hidupku adalah kebaikan bagi kalian. Kalian mengadakan (sesuatu), maka terciptalah (sesuatu yang lain) bagi kalian.”

Maksud dari teks tersebut adalah yaḥṣulu minkum umūrun śumma ya’tī al-ḥukmu bi ṭarīq al-waḥyi ilā rasūlillāh (terjadi beberapa perkara di antara kalian, lalu Allah memberikan hukum atas perkara-perkara tersebut dengan jalan wahyu kepada Nabi Muhammad saw.). Syarah ini disebutkan dalam https://www.souhnoun.com/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%81%D8%B 3%D9%8A%D8%B1/%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB-%D8%A7 %D9%84%D8%B4%D8%B1%D9%8A%D9%81-5/ (15/10/2025). Dengan kata lain, kehidupan Nabi Muhammad saw. adalah kebaikan bagi umat Islam pada waktu itu. Sebab, ketika terjadi sebuah persoalan di antara mereka, maka Allah meresponnya dengan menurunkan wahyu kepada sang Nabi saw.

Kedua,

ووفاتي خيرٌ لكم تعرض عليَّ أعمالُكم، فما رأيتُ من خير حمدتُ اللهَ عليه، وما رأيتُ من شرًّ استغفرتُ اللهَ لكم

“Dan kematianku adalah kebaikan bagi kalian. Amal-amal kalian ditampakkan kepadaku. Ketika aku melihat kalian melakukan kebaikan, maka aku bersyukur kepada Allah. Namun, ketika aku melihat kalian melakukan keburukan, maka aku memintakan ampun kepada Allah untuk kalian.”

Menurut Sayyid Muhammad, hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. hidup secara rohani di alam barzakh. Beliau melihat semua perbuatan umatnya, baik baik maupun buruk. Ketika beliau menyaksikan umatnya melakukan perbuatan baik, maka beliau riang gembira seraya bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, jika beliau melihat umatnya melakukan keburukan, maka beliau memintakan ampun kepada Allah untuk mereka. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. masih memberikan manfaat kepada umatnya meskipun secara jasmani sudah wafat. Oleh karena itu, seorang muslim boleh bertawasul dan meminta pertolongan kepada Allah dengan Nabi Muhammad saw. Sebab, beliau mengetahui keberadaan umatnya dan akan memberikan pertolongan kepada mereka (Mafāhīm Yajibu an Tuṣaḥḥaḥ, hlm. 90-91 & 274-276).

Selain itu, menurut pemahaman penulis, hadis tersebut mengisyaratkan tentang al-wa‘yu al-muḥammadiy (kesadaran Muhammad/Muhammad consciousness) dalam perspektif tasawuf, yaitu (pertama) kesadaran bahwa kita memiliki utang budi dan―meminjam istilah Sujiwo Tejo―utang rasa yang tidak mungkin terbayar kepada Nabi Muhammad saw. dan (kedua) kesadaran bahwa seluruh perbuatan kita, baik baik maupun buruk, diketahui oleh Nabi Muhammad saw.

Pertama, hadis tersebut menjadi salah satu bukti nyata atas firman Allah dalam At-Tawbah (9): 128 bahwa Nabi Muhammad saw. adalah rasul yang sangat penyantun dan penyayang (ra’ūfun raḥīmun) bagi orang-orang beriman. Beliau memang nabiyy ar-raḥmah (Nabi kasih sayang) dan rasūl ar-raḥmah (Rasul kasih sayang) (nabiyy ar-raḥmah dan rasūl ar-raḥmah termasuk nama Nabi Muhammad saw. yang disebutkan dalam Dalā’il al-Khayrāt wa Syawāriq al-Anwār fī Ẓikr aṣ-Ṣalāh ‘alā an-Nabiyy al-Mukhtār karya Imam Muhammad bin Sulaymān al-Juzūlī). Sebab, beliau tidak hanya mengurus umatnya sewaktu masih hidup saja, tetapi tetap sedia dan setia mengurus umatnya meskipun sudah wafat. Dalam hal ini, beliau―dengan kasih sayangnya yang luas melampaui samudra yang paling luas dan kedermawanannya yang sangat melimpah melebihi embusan udara―masih sedia memintakan ampun kepada Allah untuk umatnya yang melakukan keburukan.

Artinya, jika kita melakukan keburukan, maka berarti kita melemparkan kotoran ke wajah mulia nan rupawan Nabi Muhammad saw. Lalu, apa balasan dari sang Nabi saw. kepada kita? Kemarahan? Kebencian? Kutukan dan sumpah serapah? Bukan. Sama sekali bukan itu semua. Akan tetapi, beliau―dengan kasih sayangnya yang ruah melampaui hujan yang paling deras dan kedermawanannya yang bertaburan melebihi guguran dedaunan di musim gugur―membalasnya dengan kelembutan berupa memintakan ampun kepada Allah untuk kita atas perbuatan buruk itu. Inilah kesadaran tentang salah satu utang budi dan utang rasa kita kepada Nabi Muhammad saw. yang tidak mungkin terbayar. Lalu, bagaimana cara kita berterimakasih kepada Nabi Muhammad saw. atas semua itu? Syekh Muhammad Nawawī al-Jāwī menyebutkan dalam Kāsyifah as-Sajā bahwa salah satu cara berterimakasih kepada Nabi Muhammad saw. adalah membaca selawat (hlm. 4). Oleh karena itu, sering-seringlah berterimakasih kepada Nabi Muhammad saw. dengan cara membaca selawat sebanyak-banyaknya.

Kedua, hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. mengetahui semua perbuatan kita. Oleh karena itu, ketika kita memiliki kesadaran bahwa semua perbuatan kita diketahui oleh Nabi Muhammad saw., maka secara otomatis kita akan berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan dan malu untuk melakukan keburukan. Sebab, Nabi Muhammad saw. riang gembira ketika melihat kita melakukan kebaikan. Sebaliknya, beliau tentu merasa sedih ketika melihat kita melakukan keburukan. Dengan demikian, kita hanya dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu pilih untuk membahagiakan Nabi Muhammad saw. dengan perbuatan baik kita atau pilih untuk membuat sang Nabi saw. sedih dengan perbuatan buruk kita? Jawabannya tentu ada di dalam diri kita masing-masing. Wallāhu A‘lam wa A‘lā wa Aḥkam...